Story from Nederland part 5
Diposting oleh arifpemenang , Minggu, 02 Juni 2013 23.05
Setelah lama mengunjungi kawasan wisata di Arnhem, maka hari
ini saat kunjungan ke ibukota negara Belanda, Amsterdam. Bandara Schipol emang
terletak di Amsterdam, tetapi saya belum pernah mengunjungi langsung suasana
kota Amsterdam. Pada awalnya, kita menuju kesana dengan mobilnya Chris. Belum
sampai Amsterdam, Chris berhenti di sebuah stasiun. Dia mengatakan bahwa,
parkir di Amsterdam sangat mahal. Per jamnya bisa sampai 7 Euro. Mending parkir
di stasiun pinggiran kota Amsterdam. Ternyata hal itu juga menjadi kebiasaan
warga di sini. Untuk menghemat biaya dan menghindari keramaian kota Amsterdam.
Kami memasuki stasiun (lupa namanya) di pinggiran kota Amsterdam. Stasiun sederhana tetapi tetap dengan bangunan mewah. Tak satupun petugas stasiun yang ada di sana. Semua serba elektronik. Oh ya mungkin belum aku jelaskan di tulisan sebelumnya. Orang Belanda itu mempunyai sebuah kartu yang bisa digunakan untuk membayar semua fasilitas di Belanda. Mulai dari tiket kereta api, trem, bus, toilet, parkir, tempat wisata, dll. Bagi yang tidak mempunyai kartu, maka penumpang kereta api bisa membeli di sebuah mesin seperti ATM. Pembelian dilakukan melalui kartu kredit atau kartu debit. Nanti akan muncul tiket dari mesin itu. Oh ya tiketnya itu bukan tiket sembarangan lo. Walaupun berbentuk seperti kertas, tetapi setiap tiket mempunyai chip yang bisa dijadikan untuk detektor untuk membuka pintu kereta api. Jadi sistem kerja di Belanda itu sangat berbeda dengan Indonesia yang padat karya. Di Belanda memakai fasilitas serba elektronik.
Kami memasuki stasiun (lupa namanya) di pinggiran kota Amsterdam. Stasiun sederhana tetapi tetap dengan bangunan mewah. Tak satupun petugas stasiun yang ada di sana. Semua serba elektronik. Oh ya mungkin belum aku jelaskan di tulisan sebelumnya. Orang Belanda itu mempunyai sebuah kartu yang bisa digunakan untuk membayar semua fasilitas di Belanda. Mulai dari tiket kereta api, trem, bus, toilet, parkir, tempat wisata, dll. Bagi yang tidak mempunyai kartu, maka penumpang kereta api bisa membeli di sebuah mesin seperti ATM. Pembelian dilakukan melalui kartu kredit atau kartu debit. Nanti akan muncul tiket dari mesin itu. Oh ya tiketnya itu bukan tiket sembarangan lo. Walaupun berbentuk seperti kertas, tetapi setiap tiket mempunyai chip yang bisa dijadikan untuk detektor untuk membuka pintu kereta api. Jadi sistem kerja di Belanda itu sangat berbeda dengan Indonesia yang padat karya. Di Belanda memakai fasilitas serba elektronik.
Chris membelikan kami tiket. Sedangkan dia dan istrinya
tidak perlu membeli karena sudah mempunyai kartu. Menunggu 20 menit, kereta api
jurusan pusat kota Amsterdam telah datang. Begitu kereta berjalan, sangat
nampak perbedaan dengan kereta di Indonesia. Suspensinya sangat halus dan
nyaman, walaupun kecepatannya sangat tinggi. Sampailah kami di stasiun pusat
kota. Stasiun yang menurut saya mewah.
Begitu keluar stasiun, saya terpesona dengan keindahan kota Amsterdam. Selama
ini saya membayangkan bahwa Amsterdam itu kota dengan bangunan modern. Tetapi
di sini saya melihat bahwa Amsterdam itu kota yang penuh dengan bangunan tua
tetapi sangat megah.
Kebiasaan orang Belanda, saat bekerja mereka menitipkan
mobilnya di stasiun. Baik dari kota yang
dekat maupun jauh dari pusat Amsterdam. Setelah di pusat kota Amsterdam, mereka
berjalan kaki atau menyewa sepeda menuju tempat mereka kerja. Jarang yang
langsung membawa mobil ke pusat kota. Kota ini sangat ramai dengan orang,
tetapi mayoritas mereka berjalan kaki. Di Amsterdam memang tujuan utama
wisatawan dari berbagai negara.
Puas dengan keindahan kota Amsterdam, kami segera menuju ke
toko souvenir. Selain coklat, saya banyak membeli souvenir seperti gantungan
kunci dan tempelan kulkas. Emang mayoritas yang bisa dibeli adalah itu. Meskipun
hanya gantungan kunci, tapi harganya gak tanggung – tanggung. Per biji paling
tidak bisa mengeluarkan 3 – 5 euro. Kalikan saja 13.000 rupiah, sudah berapa
harganya. Di Indonesia saya bisa membeli gantungan kunci dengan harga 5000an
rupiah saja. Tak lupa kami potret – potret di area kota yang semua bangunannya
adalah bangunan tua yang megah.
Destinasi selanjutnya adalah Museum Madam Tussaud, sebuah
museum yang berisi tentang patung – patung artis hollywood dan tokoh dunia yang
berasal dari lilin. Banyak teman – teman yang tertipu lo, mereka menganggapnya
asli. Itu berkat kejelian dari seniman patung yang membuatnya sangat mirip. Bentuk
badan, tinggi badan, berat badan, gaya berpakaian, bentuk tangan, semua sama
dengan aslinya. Satu persatu saya berfoto dengan patung – patung yang cantik. Hehehehe
Kami kemudian mampir di sebuah kafe di kawasan DAM
Amsterdam. Banyak turis di sini. Di sini banyak pengamen. Eiitttsss, di sini pengamennya
elegan lo. Perlu modal dan skill lo untuk mengamen di sini. Mulai dari musik
tradisional yang alatnya mahal dan harus mempunyai skill untuk memutarnya. Ada
juga tukang sulap yang membawa berbagai peralatan dan perlengkapan, scream yang
butuh kostum yang ribet. Saya liat koin yang mereka dapatkan banyak banget lo.
Bayangkan ada banyak recehan 1 euro. Saya rasa lebih dari seratus koin yang
mereka dapatkan sehari. Wow, angka yang sangat fantastis deh.
Planning selanjutnya saya menemui pamannya teman yang
tinggal di Amsterdam. Namanya pak taufik. Orang Indonesia berdarah Arab. Kami
janjian di restoran Indonesia yang milik adiknya. Untuk menuju ke sana,
transportasi yang bisa digunakan adalah trem. Oh ya, pusat kota amsterdam : rel
dan jalan raya menjadi satu. Trem, taksi, sepeda, mobil di dalam satu jalur.
Tidak bisa dibayangkan betapa berbahayanya itu. Tapi saya tanya ke orang –
orang, jarang terjadi kecelakaan meskipun kondisi jalurnya seperti itu. Untuk
keliling kota Amsterdam paling mudah menggunakan trem. Jarak antar stasiun juga
sangat dekat.
Bisa dibayangkan, saya ketinggalan untuk turun dari trem
karena kebodohan saya tidak menyiapkan tiket saat turun. Ketika mau turun, tiba
– tiba pintu sudah tertutup dan kereta berjalan. Driver tidak mau berhenti
sembarang tempat sebelum sampai stasiun. Chris, tineke dan mbak rizki sudah turun
duluan. Saya bingung bagaimana cara komunikasi dengan mereka. Baterai handphone
sedang low bateray. Saya tersesat di kota Amsterdam. Akhirnya saya berhenti di
stasiun terdekat dan saya berjalan menuju stasiun tempat chris, tineke dan mbak
rizki turun dari trem. Alhamdulillah saya berhasil menemukan mereka.
Selamattttttttttttt……………
Tidak jauh dari tempat kami ketemu, terdapat restoran
Indonesia bernama Ibunda. Ternyata itu adalah restoran yang kami cari sebagai
tempat janjian dengan pak taufik. Betapa senangnya saya ketemu dengan orang
Indonesia lagi. Di sana saya banyak ngobrol – ngobrol tentang bisnis dengan pak
taufik. Yang paling penting adalah saya makan masakan Indonesia. Yeesssssssss.
Hari udah mulai sore saatnya kembali ke kota Otterlo.
Posting Komentar