Karena Kita Tak Sama

Diposting oleh arifpemenang , Jumat, 18 Juli 2014 07.19



Perjalanan Ramadhan tahun ini berbeda dari tahun – tahun sebelumnya. Negeri tercinta ini mengalami proses pesta demokrasi Pilpres. Dua kandidat mempunyai kekuatan yang seimbang, sehingga keadaan menjadi memanas. Orang - orang dari berbagai profesi menjadi politikus dadakan. Menjadi politikus di media sosial lebih tepatnya. Banyak website relawan atau pendukung Capres bermunculan. Bahkan media komersial pun kini berpihak. Berbagai tautan kampanye diunggah di halaman media sosial. Pokoknya tautan yang menyudutkan lawan langsung saja diunggah tanpa dicerna informasinya. Facebook adalah media yang paling ramai dengan adanya fenomena itu. Fasilitas berbagi tautan menjadi  paling favourit karena bisa menyebarkan berita.

Saya kira setelah tanggal 9 Juli 2014 media sosial akan menjadi normal. Tetapi dugaan saya salah, ternyata keadaan semakin runyam. Perdebatan malah lebih mengerikan. Pertemanan mungkin saja menjadi pudar akibat dari itu. Saya menyimpulkan setelah tanggal 22 Juli 2014 belum tentu keadaan menjadi normal.  Ada saja yang menjadi penyulut perpecahan. Semoga kesimpulan saya tidak benar.
Bukan hanya itu saja, bahkan ulama pun menjadi sasaran. Layaknya Tuhan, banyak pengguna facebook mengkafirkan dan mensyiahkan orang tanpa tabayyun dahulu. Berbeda pendapat itu boleh tapi bukan menghakimi. Pembela sang ulama pun gak kalah culas dengan ikut – ikutan menghujat tanpa menggunakan ilmu. Fitnah menjadi bertebaran dimana – mana. Akhirnya terjadi debat kusir yang bisa menghancurkan ukhuwah kita.

Setiap manusia itu mempunyai sudut pandang yang berbeda. Jadi kita juga tak bisa membandingkan antara satu dengan lainnya. Seperti Rasulullah mengijinkan Abu Bakar As Sidiq menginfakkan semua hartanya, sedangkan Rasulullah tidak mengijinkan Zaid Ibn Abi Waqqash melakukan seperti Abu Bakar, akan tetapi hanya diperbolehkan menginfakkan sepertiga hartanya saja. Rasulullah mengetahui kemampuan sahabatnya sehingga tidak memaksakan kehendak dengan memperlakukan sama.

Saya mungkin berbeda dengan teman – teman yang bisa menanggapi santai terhadap link – link yang tidak sependapat dengannya. Saya termasuk orang yang mudah tersulut emosi. Saya  tidak terima ada akun yang menjelekkan orang yang membantu Gaza. Waktu yang harusnya saya gunakan untuk memadu kasih dengan Sang Pencipta,  habis saya gunakan untuk berdebat. Parahnya lagi, saat sholat, saya masih saja berpikir untuk menemukan jawaban debat. Apalagi menggunakan ayat suci untuk memenangkan debat, bukan untuk mengingatkan saudaranya. Astagfirullah.

Wahai akhi wahai ukhti, kalian tetaplah saudaraku walaupun kita berbeda. Maafkan saya yang mungkin saja telah menyakiti kalian, dan tentunya saya juga memaafkan kalian biar tidak ada beban di hati ini. Sangat disayangkan kalau di bulan Ramadhan ini hati kita menjadi kotor. Di sepuluh malam terakhir ini lebih baik dimanfaatkan untuk ibadah dan mengejar Lailatul Qodar. Di sepuluh malam terakhir saya akan libur membuka facebook agar hati ini tidak terkotori dengan fitnah – fitnah yang bertebaran di media sosial ini. Siapapun presidennya semoga bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Sampai jumpa setelah lebaran. Mohon maaf lahir dan batin.


Surat Cinta Buat Istriku

Diposting oleh arifpemenang , Minggu, 08 Juni 2014 23.08

Sudah 6 bulan kita bersama dalam ikatan suci. Selama itu pula kita hidup bersama dalam suka maupun duka. Semula tak saling mengenal dan sekarang semakin saling memahami di antara kita. Maafkan aku istriku, yang selalu menuntutmu untuk sempurna. Padahal tak ada di dunia ini yang sempurna selain Allah SWT.

Di luar sana, banyak lelaki yang lebih baik akhlaknya, lebih kaya hartanya, lebih cerdas pikirannya,  lebih rajin ibadahnya, lebih rupawan wajahnya apabila dibandingkan dengan aku. Mungkin di antara mereka ada yang ingin meminangmu. Tapi apa yang terjadi, kamu telah memilih aku dengan segala kekurangan dan kelebihan yang ada di dalam diriku.

Terima kasih istriku, engkau telah selalu membangunkanku dari tidur nyenyakku untuk menjalankan ibadah Qiyyamul Lail, kemudian dilanjutkan dengan Sholat Subuh berjamaah di Masjid. Mengingatkan untuk selalu membaca Al Qur’an seusai Sholat Subuh. Menyiapkan baju kerja sambil menata leher kemejaku. Memasukkan peralatan kerja yang berserakan ke dalam tasku dengan rapinya. Tak lupa mengingatkan untuk Sholat Dhuha sebelum berangkat kerja. Seusai Sholat Dhuha makanan sudah disiapkan di meja agar suaminya tidak kelaparan. Melepaskan kepergian suaminya dengan mengantarkan suaminya ke pintu depan sambil senyum mengembang.

Terima kasih istriku, engkau menyatakan kesanggupan untuk mengandung putra dan putriku kelak. Akupun mungkin tak mampu menggantikan kedudukanmu. Sungguh engkau sangat mulia di sisi Allah. Aku tak pernah tahu betapa beratnya mengandung. Dengan berbagai keluhan rasa sakit yang mungkin tidak akan dirasakan oleh lelaki manapun di dunia ini. Di tengah – tengah rasa sakitmu selalu engkau lantunkan ayat – ayat suci Al Qur’an agar kelak anak kita menjadi pecinta dan penghapal Al Qur’an.

Di tengah – tengah kesakitanmu, engkau masih sanggup untuk bangun lebih awal menjalankan ibadah Qiyyamul Lail. Berdzikir dengan tenangnya dan mendoakan orang - orang yang engkau sayangi agar terbebas dari ancaman neraka. Tak pernah jenuh berjam – jam membaca Al Qur’an dan selalu menyempatkan untuk menghapal ayat suci itu. Juga masih memikirkan belajar ilmu duniawi dalam perkuliahanmu. Keperluan suamimu juga tak pernah ketinggalan engkau siapkan.

Selamat ulang tahun istriku yang tercinta, semoga Allah semakin menyayangimu dengan seiring bertambah umurmu. Semoga kehidupan keluarga kita sakinah, mawwadah dan warrahmah. Aku hanya bisa menuliskan surat cinta ini kepadamu. Aku publikasikan agar menginspirasi para suami, agar mereka tahu, bahwa betapa beratnya menjadi seorang istri. Agar lelaki di dunia ini tidak menyia – nyiakan istrinya. Bawalah istrimu ke jalan menuju Bahtera Surga.


By Arif Pemenang

Menikah ala Otak Kanan

Diposting oleh arifpemenang , Minggu, 26 Januari 2014 02.44


Tidak hanya pengusaha saja yang memakai otak kanan. Menikah pun juga perlu menggunakan otak kanan. Saya bukan termasuk yang tidak punya kenalan cewek. Pergaulan saya juga sangat luas. Saya juga bukanlah orang alim dan ahli Al Qur’an. Ilmu saya tentang agama sangatlah minim. Tapi satu hal, untuk menikah saya memilih untuk tidak pacaran. Saya memutuskan menikah melalui proses yang diridhai oleh Allah.
Saya serahkan urusan masa depan kepada Allah. Allah yang membuat semua kehidupan ini. Saya tidak peduli dengan trend yang ada sekarang ini. Eits, menikah tanpa pacaran justru memerlukan perjuangan yang sangat panjang lo. Ujiannya juga begitu besar. Saya akan menceritakan pengalaman saya tentang proses menikah.

September 2012 saya menulis proposal curriculum vitae tentang diri saya dan kemudian saya serahkan kepada ustadz saya. Tidak banyak yang saya pikirkan pada saat itu. Saya pun belum member tahu kedua orang tua, apa yang saya lakukan pada saat itu.  Cukup lama saya tidak mendapatkan respon tentang proposal itu dari ustadz. Saya juga merasa tidak enak untuk menanyakan mengenai tindak lanjut proposal itu. Semua berjalan apa adanya. Bisnis saya saat itu juga lagi bagus – bagusnya. Alhamdulillah.

Januari 2013 ustadz saya memberikan sebuah amplop sepulang ngaji di kantor saya. Dengan basmallah saya buka amplop tersebut dan ternyata isinya adalah proposal seorang akhwat (perempuan). Formatnya seperti yang saya buat. Setelah saya buka, pertama kali yang saya lihat adalah ibadahnya (terbukti setelah saya menikah). Saat beliau suci, tidak pernah meninggalkan kewajiban sebagai hamba Allah. Bahkan, sunnah seperti sholat tahajud, dhuha dan puasa senin kamis tidak pernah ditinggalkan sejak SMP. Lanjut saya lihat pendidikan terakhir adalah profesi apoteker di ubaya dan lagi menjalani perkuliahan S2 farmasi. Kemudian saya lihat lainnya seperti keluarga yang religius dan berbagai aspek yang lainnya.

Beberapa hari setelah saya menerima proposal itu, ustadz menelepon “apakah saya mau meneruskan proses ta’aruf (perkenalan)?”. Setelah saya sholat istikharah untuk memantapkan hati saya, saya bilang lanjut. Alhamdulillah akhwat juga bersedia untuk tahap ta’aruf. Tahap ta’aruf dilakukan pada hari minggu pada bulan februari 2013 pada pukul 06.00. Ta’aruf dihadiri oleh 4 orang yang terdiri dari saya, sang akhwat, ustadz saya dan ustadzah sang akhwat. Sang akhwat tersebut bernama Riris Rachmawati. Saya yang biasa cerewet terasa mati kutu saat dicecar pertanyaan oleh sang akhwat.  Seperti layaknya ujian, saya diminta untuk membaca Al Qur’an. Sebagai tolak ukur apakah saya bisa membaca Al Qur’an atau tidak. Ta’aruf berjalan selama 1 jam.

Saat menjelang pulang, ustadz membisik saya dengan menanyakan apakah lanjut ke tahap berikutnya, yaitu menemui orang tua sang akhwat. Tanpa berpikir panjang saya bilang lanjut. Alhamdulillah satu bulan berikutnya saya mendapat jawaban yang sama dengan sang akhwat. Pada bulan Maret 2013 saya diminta untuk datang ke rumah sang akhwat sendirian, tanpa ditemani seorangpun. Saya berusaha untuk menjadi lelaki yang sebenarnya. Bukan memacari anak orang, tetapi langsung meminta anak orang untuk dinikahi. Pagi hari saya  menuju ke rumah sang akhwat. Di tengah jalan ternyata mobil saya mengalami cobaan ban kempes.

Susah payah akhirnya sampailah saya di rumah sang akhwat. Alhamdulillah keluarga akhwat menerima dengan tangan terbuka. Ayahnya membentenginya dengan tak akan pernah mengijinkan putrinya untuk pacaran. Beliau juga bilang syarat utama agar bisa menikahi putri kesayangannya adalah takut kepada Allah. Saya kaget, karena hanya itu syaratnya. Saya pikir mereka akan menanyakan hal tentang pekerjaan, gaji, asset yang dipunyai dan lainnya. Ternyata dugaan saya meleset. Sesuatu yang sederhana tapi sangat berat dilakukan. Takut kepada Allah itu berarti sangat luas. Berarti ada yang perlu diubah dalam diri saya dalam hal ibadah.

April 2013 saya memutuskan untuk silaturahmi bersama keluarga besar. Begitu menjelang acara silaturahmi, saya memberanikan diri untuk meminta restu kepada orang tua saya. Masih ada rasa kegetiran, karena usia saya masih 23 tahun. Mungkin masih belum dianggap matang oleh orang tua. Proses pernikahan juga tak seperti dilakukan di desa saya. Saya menceritakan tentang proses menikah islami seperti film Ketika Cinta Bertasbih yang pernah ditonton ibu. Untunglah beliau berdua menyetujui langkah yang saya lakukan. Saya bilang kepada orang yang sangat saya cintai tersebut, bahwa saya mempunyai tekad untuk menikah karena ingin menyempurnakan agama saya dihadapan Allah.

Siapa sangka, bahwa proses yang saya lakukan mendapat cibiran dari keluarga besar yang memang dasarnya kejawen. Saya juga dicecar berbagai pertanyaan tentang weton sang akhwat. Pilihan hari untuk silaturahmi juga hari geblakan (meninggalnya sesepuh). Jadi banyak pakde – pakde yang tidak mau hadir ke acara silaturahmi karena secara weton jelek untuk bepergian jauh. Namun, kami tetap berangkat dengan jumlah keluarga seadanya.

Saya sepakat dengan bapak, bahwa tidak hanya silaturahmi yang dilakukan, tetapi langsung lamaran. Mengingat jarak yang ditempuh cukup jauh. Saya komunikasikan kepada sang akhwat melalui SMS. Alhamdulillah acara lamaran berjalan dengan lancar. Banyak cobaan yang saya alami pada bulan – bulan ini. Bisnis saya mengalami kerugian yang sangat banyak, tak pernah terpikirkan sebelumnya. Banyak project yang berhenti. Subhanallah betapa berat cobaan yang saya alami pada saat itu. Mulai hadir kebimbangan – kebimbangan menyelimuti hati saya.

Pada bulan mei 2013, saya mendapat sms dari akhwat untuk mengembalikan lamaran ke rumah. Menjelang keberangkatan saya ke Belanda untuk belajar. Akhirnya kesepakatan, acara pengembalian lamaran dilakukan pada awal juni 2013, sepulang saya dari negeri Belanda. Telah diputuskan akad nikah dilakukan bulan Januari 2014. Banyak pertimbangan mengapa jarak antara lamaran dan akad begitu lama waktunya. Allah mempunyai rencana yang begitu dahsyat, seandainya saya menikah setelah Ramadhan, mungkin saya tidak punya apa – apa saat itu. Alhamdulillah 3 bulan menjelang menikah, rejeki saya kembali mengalir. Ibarat kran air yang usai diperbaiki.

Banyak yang menyangka proses yang saya lakukan sia – sia karena pasti banyak interaksi antara saya dan sang akhwat. Sama aja dong sama pacaran atau tunangan. Bagaimana saya interaksi kalau telpon saja saya tidak boleh. SMS aja diharuskan tentang persiapan menikah, bukan yang lain. Apalagi yang sifatnya berkhalwat. Alhamdulillah semua itu berhasil kami lalui hingga saya mengucapkan qobiltu.

Orang – orang kampung membicarakan kami, model pernikahan macam apa itu. Sudah lamaran, tapi saat lebaran gak dibawa pulang kampung. Calon istri saya tidak pernah mau diajak salaman dengan orang yang bukan muhrimnya. Saat akad saja, saya tidak didampingi oleh sang akhwat. Setelah saya mengucapkan qobiltu, baru saya boleh menemui sang akhwat. Kami tetap pacaran, tapi pacaran setelah menikah. Kami berkenalan lagi usai akad nikah. Layaknya remaja yang dirundung asmara, tetapi dihiasi dengan ikatan yang suci. Banyak sesuatu yang dilarang menjadi sunnah setelah selesai akad nikah.

Mungkin diantara kawan banyak yang terlalu memilih calon pendamping hidupnya. Kecantikan, agama, kekayaan, pendidikan, pergaulan dan lainnya harus perfect. Sehingga tak banyak juga yang gak dapet – dapet. Kalau boleh saya sarankan, ketika ada seorang akhwat pilihlah satu saja di dalam dirinya yang disukai.  Dulu pertimbangan saya adalah agama yang utama. Untuk harta bisa dicari bersama.  Untuk kecantikan, saya yakin setiap wanita mempunyai pesona sendiri. Untuk menentukan pendidikan, saya berpikir yang penting akhlaknya. Keluarganya, yang penting bukan broken home. Alhamdulillah saya mendapat bonus selain agamanya yang kuat. Istri  saya juga berasal dari keluarga terhormat, punya kecantikan yang membuat saya terpesona, pendidikan jauh lebih tinggi dari saya, dan mempunyai ekonomi yang lebih dari cukup. Kalau dulu saya memikirkan kelemahan saja, mungkin saat ini saya belum menikah. Alhamdulillah Allah memberikan jalan yang terbaik. Artikel ini bukan bermaksud untuk menggurui dan pamer. Insya Allah saya berniat untuk menginspirasi teman – teman, bahwa menikah karena dengan cara islami itu terasa sangat nikmat.