Story from Nederland part 6

Diposting oleh arifpemenang , Senin, 24 Juni 2013 03.11

Hari ini adalah hari terakhir saya berwisata di Belanda. Hari ini pula saya check out dari hotel Grand Kruller. Artinya saya harus berpisah dengan penjaga hotel yang melayani kebutuhan kami. Keramahan yang sangat original. Tujuan kunjungan hari ini adalah kota Den Haag. Banyak orang Indonesia di kota itu. Kedutaan besar juga di Den Haag. Ada sebuah festival tahunan yang bernama Tong tong fair. Sebuah pameran produk yang berasal dari negara Eurasia (Eropa dan Asia).

Dua jam perjalanan telah kami lakukan. Sampailah kami pada perbatasan kota Den Haag. Kota ini sangat berbeda dengan Amsterdam. Den Haag adalah kota yang mayoritas adalah bangunan Modern yang penuh dengan gemerlap. Berbeda dengan Amsterdam yang penuh dengan bangunan kastil kuno. Banyak bangunan tinggi di kota Den Haag.

Kami mampir pada sebuah gedung yang mempunyai parkiran yang begitu luas. Ternyata benar, memang tempat ini adalah digunakan parkir mobil pekerja dan mereka berjalan menuju ke kantornya. Beberapa ada yang kantornya jadi satu sama gedung dan banyak pula yang disitu sekedar menitipkan mobilnya. Setelah itu mereka berjalan ke kantor masing – masing. Di Belanda emang banyak kebiasaan jalan kaki. Keluarlah kami dari gedung parkir itu. Udara hari ini memang sangat dingin. Kami berjalan menuju kantornya PUM. Sebuah lembaga Expert yang membina kami.
      
Kami disambut oleh salah satu pejabat tinggi dari PUM. Saya lupa namanya, pokoknya namanya mengandung kata “Van”. Kantor PUM berada di lantai 15. Ternyata dari ruang pribadi beliau kami bisa melihat keindahan kota Den Haag. Oh ya, di kantor PUM saya melihat beberapa plakat dari Indonesia. Setelah bercakap lebar akhirnya kami pamit untuk melihat tong – tong fair. Dari atas kami bisa melihat dimana tempat Tong – tong fair diselenggarakan. Ternyata tidak jauh dari tempat itu. Mungkin hanya sekitar 1 km dan bisa ditempuh dengan jalan kaki.
Dalam perjalanan ke tempat tong – tong fair, kami disajikan pemandangan bunga yang indah, tak jauh dari situ ada danau beserta bebek yang berenang, burung – burung juga ikut berpartisipasi dalam mempengaruhi benak saya bahwa tempat itu benar – benar indah. Saya mulai banyak melihat orang Indonesia di sekitar lokasi itu. Orang – orang tua bule juga menyapa kami dengan selamat siang dan apa kabar. Sampailah kami di tong – tong fair.
              
Tong – tong fair, tidak seperti yang saya bayangkan. Saya pikir pameran ini berada di gedung seperti JCC jakarta. Ternyata pameran ini hanya berupa tenda – tenda bewarna putih. Ada pemandangan becak khas Indonesia di sekitar lokasi pameran. Pengendaranya rata - rata cewek. Lumayan juga biaya untuk masuk ke pameran ini. Sekitar 5 Euro kalau gak salah. Begitu masuk, kesan negatif menjadi pudar. Ternyata di dalamnya kelihatan cukup bagus tatanannya. Di dalam tenda juga terdapat berbagai fasilitas seperti toilet dan penghangat ruangan.  Pameran ini memang untuk Eurasia. Tetapi mayoritas yang jualan disini adalah penjual produk Indonesia. Mungkin kalau dipresentasi sekitar 90 persen adalah produk Indonesia. Doorprize hadiah pun adalah wisata ke negara Indonesia. Gak kebayang kalau saya yang dapat. Hehehe



Kecap, saus, sambal, balsam, uleg2, layah, dll mungkin bukan barang unik di Indonesia. Tapi di Belanda barang – barang itu unik. Saya begitu senang melihat saus sambal begitu laris. Bahkan dijual 10 kali lipat dari harga Indonesia pun tetap laris dibeli oleh orang – orang Belanda. Banyak potensial bisnis yang bisa saya baca. Begitu mau berjalan keluar ada pengamen dari Indonesia. Yang dinyanyikan lagu – lagu khas Indonesia seperti burung kakak tua, bengawan solo, surabaya, dll. Ada sedikit kisah romantik di sini. Ada seorang nenek yang memakai kursi roda, ditemani seorang kakek yang mendorongnya menyaksikan lagu kakak tua. Nenek itu menangis seperti mengingat masa lalunya. Dengan harunya sang kakek pun ikut menyanyi bersama pengamen dari Indonesia itu untuk menghibur istrinya. Banyak yang mengerumuni pengamen itu. Banyak yang memberikan koin – koin maupun lembaran 5 euro.

Puas kami berjalan – jalan di tong – tong fair, segera kami kami keluar dari gedung tenda itu. Pemandangan indah itu tidak kami lewatkan begitu saja. Tentu saja foto – foto di sekitar danau dan burung – burung liar di sana. Ada seorang nenek Belanda yang mengajak kami ngobrol Bahasa Indonesia. Sebenarnya kami ingin berwisata ke Madurondam. Karena cuaca tidak begitu bagus, kami beralih ke studio Omniversum. Seperti gedung bioskop 3D tapi tampilannya besar dan bulat. Kami memilih film yang berjudul kehidupan di bawah laut. Rata – rata pengunjungnya adalah anak – anak. Jadi  kelihatan yang paling dewasa deh.
Satu Jam telah berlalu dan film udah selesai, segera kami menuju ke Amsterdam untuk menuju hotel yang sudah dipesan melalui via Online. Dalam perjalanan Chris memberi tahu kami ada sebuah jalan di hutan, dan ternyata itu adalah tempat tinggal raja Belanda. Kami menginap di salah satu hotel di pinggiran kota Amsterdam, dekat dengan bandara Schipol. Malam harinya kami makan malam sama Chris dan Tineke. Makan malam terakhir kunjungan di Belanda sesi ini. Sedih juga rasanya karena harus meninggalkan negara yang indah ini. Besoknya kami menuju bandara Schipol, Bandara yang sangat luas. Akhirnya say Good Bye kepada Chris dan Tineke. Mereka menganggap kami seperti anaknya sendiri. See you at Indonesia next year Chris and Tineke…

Story from Nederland part 5

Diposting oleh arifpemenang , Minggu, 02 Juni 2013 23.05

Setelah lama mengunjungi kawasan wisata di Arnhem, maka hari ini saat kunjungan ke ibukota negara Belanda, Amsterdam. Bandara Schipol emang terletak di Amsterdam, tetapi saya belum pernah mengunjungi langsung suasana kota Amsterdam. Pada awalnya, kita menuju kesana dengan mobilnya Chris. Belum sampai Amsterdam, Chris berhenti di sebuah stasiun. Dia mengatakan bahwa, parkir di Amsterdam sangat mahal. Per jamnya bisa sampai 7 Euro. Mending parkir di stasiun pinggiran kota Amsterdam. Ternyata hal itu juga menjadi kebiasaan warga di sini. Untuk menghemat biaya dan menghindari keramaian kota Amsterdam.



Kami memasuki stasiun (lupa namanya) di pinggiran kota Amsterdam. Stasiun sederhana tetapi tetap dengan bangunan mewah. Tak satupun petugas stasiun yang ada di sana. Semua serba elektronik. Oh ya mungkin belum aku jelaskan di tulisan sebelumnya. Orang Belanda itu mempunyai sebuah kartu yang bisa digunakan untuk membayar semua fasilitas di Belanda. Mulai dari tiket kereta api, trem, bus, toilet, parkir, tempat wisata, dll. Bagi yang tidak mempunyai kartu, maka penumpang kereta api bisa membeli di sebuah mesin seperti ATM. Pembelian dilakukan melalui kartu kredit atau kartu debit. Nanti akan muncul tiket dari mesin itu. Oh ya tiketnya itu bukan tiket sembarangan lo. Walaupun berbentuk seperti kertas, tetapi setiap tiket mempunyai chip yang bisa dijadikan untuk detektor untuk membuka pintu kereta api. Jadi sistem kerja di Belanda itu sangat berbeda dengan Indonesia yang padat karya. Di Belanda memakai fasilitas serba elektronik.

Chris membelikan kami tiket. Sedangkan dia dan istrinya tidak perlu membeli karena sudah mempunyai kartu. Menunggu 20 menit, kereta api jurusan pusat kota Amsterdam telah datang. Begitu kereta berjalan, sangat nampak perbedaan dengan kereta di Indonesia. Suspensinya sangat halus dan nyaman, walaupun kecepatannya sangat tinggi. Sampailah kami di stasiun pusat kota. Stasiun yang  menurut saya mewah. Begitu keluar stasiun, saya terpesona dengan keindahan kota Amsterdam. Selama ini saya membayangkan bahwa Amsterdam itu kota dengan bangunan modern. Tetapi di sini saya melihat bahwa Amsterdam itu kota yang penuh dengan bangunan tua tetapi sangat megah.

Kebiasaan orang Belanda, saat bekerja mereka menitipkan mobilnya di  stasiun. Baik dari kota yang dekat maupun jauh dari pusat Amsterdam. Setelah di pusat kota Amsterdam, mereka berjalan kaki atau menyewa sepeda menuju tempat mereka kerja. Jarang yang langsung membawa mobil ke pusat kota. Kota ini sangat ramai dengan orang, tetapi mayoritas mereka berjalan kaki. Di Amsterdam memang tujuan utama wisatawan dari berbagai negara.




Tujuan pertama kami adalah wisata cruise melewati kanal Amsterdam. Salah satu wisata paling terkenal di negeri Belanda. Oh ya kebiasaan Chris dalam membeli tiket wisata untuk kami, selalu via online. Sedangkan untuk dirinya dan istrinya cukup memakai kartu. Naiklah kami ke cruise mengelilingi seluruh sudut kanal Amsterdam. Pemandangan yang sangat indah.




Puas dengan keindahan kota Amsterdam, kami segera menuju ke toko souvenir. Selain coklat, saya banyak membeli souvenir seperti gantungan kunci dan tempelan kulkas. Emang mayoritas yang bisa dibeli adalah itu. Meskipun hanya gantungan kunci, tapi harganya gak tanggung – tanggung. Per biji paling tidak bisa mengeluarkan 3 – 5 euro. Kalikan saja 13.000 rupiah, sudah berapa harganya. Di Indonesia saya bisa membeli gantungan kunci dengan harga 5000an rupiah saja. Tak lupa kami potret – potret di area kota yang semua bangunannya adalah bangunan tua yang megah.




Destinasi selanjutnya adalah Museum Madam Tussaud, sebuah museum yang berisi tentang patung – patung artis hollywood dan tokoh dunia yang berasal dari lilin. Banyak teman – teman yang tertipu lo, mereka menganggapnya asli. Itu berkat kejelian dari seniman patung yang membuatnya sangat mirip. Bentuk badan, tinggi badan, berat badan, gaya berpakaian, bentuk tangan, semua sama dengan aslinya. Satu persatu saya berfoto dengan patung – patung yang cantik. Hehehehe









Kami kemudian mampir di sebuah kafe di kawasan DAM Amsterdam. Banyak turis di sini. Di sini banyak pengamen. Eiitttsss, di sini pengamennya elegan lo. Perlu modal dan skill lo untuk mengamen di sini. Mulai dari musik tradisional yang alatnya mahal dan harus mempunyai skill untuk memutarnya. Ada juga tukang sulap yang membawa berbagai peralatan dan perlengkapan, scream yang butuh kostum yang ribet. Saya liat koin yang mereka dapatkan banyak banget lo. Bayangkan ada banyak recehan 1 euro. Saya rasa lebih dari seratus koin yang mereka dapatkan sehari. Wow, angka yang sangat fantastis deh.



Planning selanjutnya saya menemui pamannya teman yang tinggal di Amsterdam. Namanya pak taufik. Orang Indonesia berdarah Arab. Kami janjian di restoran Indonesia yang milik adiknya. Untuk menuju ke sana, transportasi yang bisa digunakan adalah trem. Oh ya, pusat kota amsterdam : rel dan jalan raya menjadi satu. Trem, taksi, sepeda, mobil di dalam satu jalur. Tidak bisa dibayangkan betapa berbahayanya itu. Tapi saya tanya ke orang – orang, jarang terjadi kecelakaan meskipun kondisi jalurnya seperti itu. Untuk keliling kota Amsterdam paling mudah menggunakan trem. Jarak antar stasiun juga sangat dekat.


Bisa dibayangkan, saya ketinggalan untuk turun dari trem karena kebodohan saya tidak menyiapkan tiket saat turun. Ketika mau turun, tiba – tiba pintu sudah tertutup dan kereta berjalan. Driver tidak mau berhenti sembarang tempat sebelum sampai stasiun. Chris, tineke dan mbak rizki sudah turun duluan. Saya bingung bagaimana cara komunikasi dengan mereka. Baterai handphone sedang low bateray. Saya tersesat di kota Amsterdam. Akhirnya saya berhenti di stasiun terdekat dan saya berjalan menuju stasiun tempat chris, tineke dan mbak rizki turun dari trem. Alhamdulillah saya berhasil menemukan mereka. Selamattttttttttttt……………

Tidak jauh dari tempat kami ketemu, terdapat restoran Indonesia bernama Ibunda. Ternyata itu adalah restoran yang kami cari sebagai tempat janjian dengan pak taufik. Betapa senangnya saya ketemu dengan orang Indonesia lagi. Di sana saya banyak ngobrol – ngobrol tentang bisnis dengan pak taufik. Yang paling penting adalah saya makan masakan Indonesia. Yeesssssssss. Hari udah mulai sore saatnya kembali ke kota Otterlo.